Jumat, 10 Desember 2010

Aliran Progressivisme Dalam Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
Progressivisme merupakan suatu paham yang beredar pada sebuah asumsi bahwa manusia itu mempunyai kemampuan yang wajar dan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang mengancam manusia itu sendiri. Sejalan dengan itu progressivisme menolak corak pendidikan yang otoriter yang terjadi di masa lalu dan masa sekarang. Progressivisme juga tidak lepas dari muatan ilmu pengatahuan.
Suatu progresisivitas pernah dalami oleh Nabi Ibrahim a.s. dalam mencari Tuhannya, Untuk itu ia menggunakan akal pikiranya yang berproses secara interaktif antara dirinya dengan alam sekitar yang ia saksikan. Mula-mula ia melihat bintang, kemudian bulan. Terakhir ia melihat matahari yang bersinar dengan teriknya, Namun bintang, bulan,dan matahari semuanya dapat muncul dan hilang.Akhirnya setelah tahap demi tahap menyaksikan kenyataan alamiah tersebut, dengan akal pikirannya, perasaannya serta ingatannya Beliau dapat menemukan kebenaran yang haq yaitu dari Allah swt.
Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam progressivisme ternyata amat berpengaruh dalam memajukan dunia pendidikan. Sehingga umat Islam perlu menerima perbagai kemajuan yang datang dari Barat tetapi perlu adanya filterasi dengan nilai-nilai Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Progressivisme
Aliran progressivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam dunia pendidikan pada abad ke 20 ini. Pengaruh ini terasa di seluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progressivisme ini.
Progressivisme merupakan suatu paham yang beredar pada sebuah asumsi bahwa manusia itu mempunyai kemampuan yang wajar dan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang mengancam manusia itu sendiri. Sejalan dengan itu progressivisme menolak corak pendidikan yang otoriter yang terjadi di masa lalu dan masa sekarang.
Ahli filsafat Pendidikan misalnya Honre, berpendapat bahwa pogressivisme adalah semua konsepsi tentang “progress” bertendensi ke arah memperluas perspektif manusia dan membuatnya kurang bergantung terhadap waktu, tempat dan lingkungan hidupnya.
Menurut John Dewey , progressivisme adalah sebuah aliran filsafat yang berorientasi ke depan dan memosikan peserta didik sebagai salah satu subjek pendidikan yang memiliki bekal atau potensi dalam pengembangan dirinya serta berpotensi untuk memecahkan pelbagai persoalan yang dihadapinya.
Dari beberaprapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa progressivisme suatu aliran atau konsep yang menaruh perhatian yang positif terhadap kemampuan manusia untuk menemukan permasalahan dan mencari alternatif-alternatif pemecahannya.

2. Ciri-ciri Progressivisme
Progresivisme mempunyai suatu konsep yang berlandaskan pada pengetahuan serta kepercayaan manusia yang mempunyai kemampuan yang wajar dan dapat menyelesaikan masalah yang bersifatkan menekan ataupun mengancam pada diri manusia itu sendiri. Terdapat beberapa ciri – ciri pada aliaran progresivisme meliputi :
1. Progresivisme kurang menyetujui pendidikan yang berasaskan otoriter. Dengan adanya otoriter dikuwatirkan tujuan akan tercapai dengan kurang baik. Hal ini dikarenakan dalam proses pendidikan kurang adanya rasa menghargai satu dengan yang lain dan sistem pendidikan yang hanya menggunakan satu arah, dengan mengesampingkan aspek – aspek dari luar. Padahal itu merupakan suatu motor pengerak manusia untuk mencapai suatu kemajuan atau progress.
2. Ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan. Ilmu merupakan bagian utama dari kebudayaan. Seperti halnya : Ilmu hayat, Antropologi, Psikologi, dan Ilmu alam. Ilmu pengetahuan merupakan salah satu penyumbang tersebar dalam maju berkembangnya kebudayaan manusia. Ilmu hayat menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang berjuang untuk berahan hidup, dengan mengatasi berbagai masalah atau rintangan.

Menurut Zuhairini aliran progresivisme diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yakni : Sifat – sifat negatif dan sifat – sifat positif. Dalam arti negatif bahwa progresivisme otoritarisme dan absolutisme dalam di segala bidang, misalnya : agama, polotik, etika. Sedangkan dalam arti positif progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiyah pada diri manusia. Terutama kekuatan manusia dalam mengatasi permasalahan – permasalahan yang timbul dari lingkungan hidup yang mengancam hidupnya.
Istilah filsafat yang dipakai untuk menggambar pandangan yang demikian disebut pragmatism. Sedangkan dalam pendidikan lebih dikenal dengan instrumentalisme dan experimentalisme. Untuk melihat pikiran itu mempunyai kebenaran atau tidak, mak perlu dilihat hasil pikiran itu. Jika pemikian itu berhasil dan mempunyai arti bagi si pemikir, hal ini menurut Dewey.
Progresivisme meyakini bahwa manusia mempunyai kesanggupan untul mengendalikan hubungan dengan alam. Yang di dalamnya sanggup meresapi rahasia – rahasia alam, sanggup menguasai alam. Maka tugas pendidikan manusia ialah menguji kesanggupan – kesanggupan di dalam pekerjaan praktis, yakni : menggunakan ide – ide atau pemikiran dalam melukkan pekerjaannya.

3. Landasan Progressivisme dalam Pendidikan Islam
Firman Allah berikut ini dapat dijadikan sumber pandangan progressivisme:
Artinya:
•         • 

Artinya:
“Mengapa kamu tidak mempercayai kebesaran Allah, padahal Dia menjadikan kamu melalui proses setingkat demi setingkat.”(Nuh,13-14)
Akan tetapi progessivisme dalam Islam, tidak sama dengan progressivisme dalam aliran Pragmatisme ala John Dewey yang menafikan/menghilangkan nilai-nilai absolute, bahkan lebih bercorak serkularists dalam nilai-nlai, sehinga nilai-nilai cultural relativisme menjadi dasar pegangan dalam proses kependidikan. Sedangkan Islam mendasri proses tersebut dengan nilai absolute yang bersifat membimbing pikiran/kecerdasan dan kemapuan dasar untuk berkembang/bertumbuh. Dengan nilai-nilai absolut itulah, proses pendidikan akan berlangsung secara tetap dan konstan ke arah tujuan yang tidak berubah-ubah.
Suatu progresisivitas pernah dalami oleh Nabi Ibrahim a.s. mencari Tuhannya, sebagai yang dikisahkan dalam kitab Suci Al-Qur’an, ayat 74-79, surat Al-An’am, menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Ibrahim dengan melalui proses berpikiran atas landasan keyakinan bahwa Tuhan pasti ada, akan tetapi belum menemukan kebenaran hakiki tentang Tuhan. Untuk itu ia menggunakan akal pikiranya yang berproses secara interaktif antara dirinya dengan alam sekitar yang ia saksikan. Mula-mula ia melihat bintang gemerlapan di langit yang ternyata hilang diwaktu siang hari, maka ia menyimpulkan bahwa bintang itu bukan Tuhan yang ia cari. Kemudian melihat bulan yang bersinar di waktu malam, tetapi kemudian juga tidak tetap bersinar di langit, maka ia mengannggapnya bukan Tuhan yang ia cari. Terahir ia melihat matahari yang bersinar dengan teriknya, maka ia mengucapkan kata-kata:”Ha, inilah Tuhanku”, yang ini lebih besar”. Akan tetapi setelah matahari itu juga tenggelam di waktu sore dan malam hari , maka kecewalah hatinya. Akhirnya setelah tahap demi tahap menyaksikan kenyataan alamiah tersebut, dengan akal pikirannya, perasaannya sertaingatannya bereaksi dengan ucapan lisan seperti kata-kata yang ditujukan kaumnya:”Hai kaumku, sesungguhnya aku bebas dari segala apa yang kamu sekutukan”. Maka pada akhir dari proses kegiatan mencari kebenaran yang hakiki tentang Tuhannya, ia dapat menemukan Tuhan yang haq yaitu Allah swt dengan ikrar yang diucapkan melalui lisannya:”Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Zat yang menciptakan langit dan bumi seraya cenderung hati dan pikiran kepada agama yang benar dan aku bukan termasuk golongan yang mempersekutukan Tuhan.
Proses yang dilalui oleh Ibrahim di atas, dapat dikatakan sebagai proses naluriah yang bercorak progesssiv, karena hal tersebut merupakan kecenderungan manusia untuk mengetahui tentang hal-hal yang ingin diketahui tahap demi tahap kearah titik optimal kemampuan berpikirnya yaitu suatu keimanan melalui akal pikirannya tentang adanya Allah Yang Maha Pencipta alam semesta.
Untuk mencapai titik optimal perkembangan dan pertumbuhan, manusia harus menempuh proses kependidikan yang berlangsung secara progressive di atas kemampuan dasar masing-masing yang diperlancar dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik ynag disengaja seperti pendidikan maupun yang tidak disengaja seperti alam sekitar atau pergaulan sosial.
4. Pandangan progresivisme
a. Pandangan mengenai pengetahuan
Bahwa pragmatisme itu sebenarnya adalah teori pengetahuan.
Sifat rasional dari pragmatisme terletak pada pemberian isi dan pengertian-pengertian mengenai suatu proses adanya pengalaman menjadi pengetahuan. Fakta yang masih murni saja(yang belum diolah atau disusun) belum merupakan pengetahuan.

b. Pandangan mengenai nilai
Nilai tidak timbul dengan sendirinya, tetapi factor-faktor yang merupakan pra syarat. factor-faktor yang menentukan adanya nilai, maka makna nilai itu tidaklah eksklusif. Ini berarti bahwa berbagai jenis nilai seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada bila menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan.
c. Pandangan Tentang Belajar
Pandangan progresivme mengenai belajar bertumpu pada pandangan mengenai anak didik sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan dibanding makhluk-makhluk lain. Disamping itu menjadi menipisnya dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat menjadi landasan pengembangan ide-ide pendidikan progresivisme.
Sebagai makhluk, anak didik hendaklah tidak hanya sebagai kesatuan jasmani dan rohani saja, melainkan juga manifestasinya sebagai tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu difungsikan dalam arti anak disdik berada aktif dalam dan memanfaatkan sepenuh-penuhnya lingkungannya. Ia perlu mendapat kesempatan yang cukup, untuk dengan bebas dan sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung disekitarnya. Hal ini terutama mengenai kejadian-kejadian dalam lapangan kebudayaan.
Suasana belajar yang edukatif dapat ditimbulkan baik didalam maupun diluar sekolah asal berkisar pada asas-asas tersebut di atas. Dengan demikian maka pendidikan itu tidak lain adalah hidup itu sendiri.
d. Pandangan Mengenai Kurikulum
Sikap progressivisme, yang memandang segala sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Landasan pikiran ini akan diuraikan serba singkat.
Yang dimaksud dengan pengalaman yang edukatif adalah pengalaman apa saja yang serasi tujuan menurut prinsip-prinsip yang digariskan dalam pendidikan, yang setiap proses belajar yang ada membantu pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Oleh akarena tiada standar yang universal, maka terhadap kurikulum haruslah terbuka kemungkinan akan adanya peninjauan dan penyempurnaan. Fleksibilitas ini dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk memperhatikan tiap anak didik dengan sifat-sifat dan kebutuhan masing-masing. Selain ini semuanya diharapkan dapat sesuia dengan keadaan dan kebutuhan setempat.
5. Progressivisme Dalam Persfektif Pendidikan Islam
Ada banyak hal dari progressivisme yang dapat dimanfaatkan dan sejalan dengan Pendidikan Islam. Kurikulum dalam progressivisme mengandung muatan pengalaman hidup. Dalam Islam muatan pendidikannya jaga berisi tentang persoalan-persoalan kemanusiaan yang kemudian didiskusikusikan untuk dicari pemecahannya melalui ruang pendidikan baik formal maupun non formal.
Dalam muatan materi progressivisme menggunakan teori yang relevan . Teori-teori ilmuan non muslim yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam terkadang dipakai dalam pendidikan Islam.
Selain itu progressivisme juga menekannkan pada materi kurikulum pendidikan yang bersifat praktis-pragmatis. Kurikulum tidak terlalu padat . Sebisa mungkin kurikulum dibuat seminimal mumgkin namun mendalam. Al-Ghazali juga turut mendukung gagasan tersebut,beliau pernah mengungkapkan, belajar perlu penguasaan, dan jika belum menguasai suatu mater janganlah berpindah ke materi lain.
Pendidikan dalam progressivisme disesuaikan dengan kebutuhan kerja. Sedangkan pendidikan Islam dirancang untuk penataan moral.Tujuan pendidikan Islam pun tidak hanya berorientasi pada dunia saja, tetapi juga akhirat.
6. Penerapan Pogressivisme dalam Pendidikan Agama Islam
Progresivissme merupakan aliran filsafat pendidikan Barat yang amat berpengaruh dalam memajukan dunia pendidikan. Sebagai aliran filsafat Barat, tentu progressivisme memiliki basis ontology, epistimologi, dan aksiologi khas Barat dan belum tentu sesuai dengan masyarakat Timur(Islam). Pendidikan Barat secara umum bercorak sekularistik, sementara pendidikan Timur(Islam)bercorak normatif(agamis). Filafat Pendidikan Barat(progressivisme) sarat dengan muatan liberasi dan humanisasi tetapi sepi dengan nilai trandensi, sedangkan pendidikan Islam syarat dengan muatan transendentsi tetapi sepi dari nilai liberasi dan humanisasi.
Pendidikan Barat diakui atau tidak saat ini banyak memberikan warna pada kemajuan pendidikan di dunia, termasuk dalam dunia Pendidikan Islam. Sementara itu tidak seluruhnya yang dari Barat dapat diterapkan secara langsung dalam dunia Pendidikan Islam.Di sisi lain, menolak nilai kemajuan yang datang dari Barat akan menyebabkan umat Islam tertinggal di belakang. Oleh karena itu umat Islam perlu menerima berbagai kemajuan yang datang dari Barat tetapi perlu filterasi dengn nilai-nilai Islam.

BAB III
Kesimpulan

Progressivisme adalah suatu aliran atau konsep yang menaruh perhatian yang positif terhadap kemampuan manusia untuk menemukan permasalahan dan mencari alternatif-alternatif pemecahannya. Aliran ini tidak menyetujui adanya otoritas dan membuka diri dengan pengetahuan.Di dalam pendidikan Islam progressivisme juga mengambil peran dalam memajukan pendidikan, karena progressivisme memiliki pandangan-pandangan yang baik di bidang pengetahuan, nilai, belajar maupun kurikulum.



DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.H.M.Arifin, M.Ed. Folsafat Pendidikan Islam. Jakarta:PT.Bumi Aksara.2000.
2. Prof. Imam Barnadib, M.A,Ph.D. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta:Andi Offset.1997.
3. Luis.O.Katt Sofl.Pengantar Filsafat. Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya.2004.
4. Prof.Dr.Juhaya.S. Praja.Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta:Prenada Media.2003.
5. Dr.Ali Saifullah H.A. Antara Filsafat dan Pendidikan.Surabaya:Usaha Nasional.-
Prof. Imam Banadib, M.A.,Ph.D. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:PT.Gama Widya .2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar